Kegemukan atau obesitas adalah suatu kondisi medis berupa kelebihan lemak tubuh yang terakumulasi sedemikian rupa sehingga menimbulkan dampak merugikan bagi kesehatan, yang kemudian menurunkan harapan hidup dan/atau meningkatkan masalah kesehatan.[1][2] Seseorang dianggap menderita kegemukan (obese) bila indeks massa tubuh (IMT), yaitu ukuran yang diperoleh dari hasil pembagian berat badan dalam kilogram dengan kuadrat tinggi badan dalam meter, lebih dari 30 kg/m2.[3]
Kegemukan meningkatkan peluang terjadinya berbagai macam penyakit, khususnya penyakit jantung, diabetes tipe 2, apnea tidur obstruktif, kanker tertentu, osteoartritis[2] dan asma[2][4][5]. Kegemukan sangat sering disebabkan oleh kombinasi antara asupan energi makanan yang berlebihan, kurangnya aktivitas fisik, dan kerentanan genetik, meskipun sebagian kecil kasus terutama disebabkan oleh gen, gangguan endokrin, obat-obatan atau penyakit psikiatri. Hanya sedikit bukti yang mendukung pandangan bahwa orang yang gemuk makan sedikit namun berat badannya bertambah karena metabolisme tubuh yang lambat; rata-rata orang gemuk mengeluarkan energi yang lebih besar dibandingkan orang yang kurus karena dibutuhkan energi untuk manjaga massa tubuh yang lebih besar.[6][7]
Pengaturan diet dan aktivitas fisik masih menjadi tata laksana utama kegemukan. Kualitas asupan dapat diperbaiki dengan mengurangi konsumsi makanan padat energi contohnya makanan yang tinggi lemak dan gula, serta dengan meningkatkan asupan serat. Obat-obatan anti-kegemukan dapat dikonsumsi untuk mengurangi selera makan atau menghambat penyerapan lemak, disertai dengan asupan diet yang tepat. Apabila diet, olahraga, dan obat-obatan belum efektif, maka balon lambung dapat membantu mengurangi berat badan, atau operasi dapat dilakukan untuk mengurangi volume lambung dan/atau panjang usus sehingga dapat memberikan rasa kenyang yang lebih dini dan menurunkan kemampuan penyerapan nutrisi dari makanan.[8][9]
Kegemukan adalah penyebab kematian yang dapat dicegah paling utama di dunia, dengan prevalensi pada orang dewasa dan anak yang semakin meningkat, sehingga pihak berwenang menganggap kegemukan sebagai salah satu masalah kesehatan masyarakat paling serius pada abad 21.[10] Kegemukan umumnya merupakan stigma di dunia modern (khususnya di Dunia barat), meskipun pada suatu waktu dalam sejarah, kegemukan secara luas dianggap sebagai simbol kekayaan dan kesuburan, dan masih dianggap demikian di beberapa bagian di dunia hingga sekarang.[2][11]
Pada tahun 2013, orang dengan kegemukan di dunia berjumlah 2,1 miliar dan Indonesia masuk urutan 10 besar dengan orang kegemukan berjumlah 40 juta orang atau setara seluruh penduduk Jawa Barat. Tidak seperti halnya di negara maju yang gemuk kebanyakan adalah laki-laki, maka di Indonesia yang gemuk kebanyakan adalah perempuan.[12]
Kegemukan adalah suatu kondisi medis berupa kelebihan lemak tubuh yang terakumulasi sedemikian rupa hingga menyebabkan dampak merugikan bagi kesehatan.[1] Kegemukan dinilai berdasarkan indeks massa tubuh (IMT), dan selanjutnya berdasarkan distribusi lemak melalui rasio pinggang-panggul dan total faktor risiko kardiovaskular.[13][14] IMT sangat erat hubungannya dengan persentase lemak tubuh dan total lemak tubuh.[15]
Pada anak, berat badan yang sehat bervariasi berdasarkan usia dan jenis kelamin. Kegemukan pada anak dan remaja tidak didefinisikan dengan suatu angka mutlak, namun berhubungan dengan riwayat kelompok dengan berat badan yang normal, kegemukan didefinisikan apabila IMT lebih besar dari persentil ke-95.[16] Data Referensi yang menjadi dasar penentuan persentil ini berasal dari tahun 1963 hingga 1994, dan oleh karena itu belum dipengaruhi oleh peningkatan berat badan yang terjadi akhir-akhir ini.[17]
IMT | Klasifikasi |
---|---|
< 18.5 | berat badan kurang |
18.5–24.9 | normal |
25.0–29.9 | berat badan lebih |
30.0–34.9 | kegemukan kelas I |
35.0-39.9 | kegemukan kelas II |
≥ 40.0 | kegemukan kelas III |
IMT dihitung dengan cara membagi berat badan subjek dengan kuadrat tinggi badannya, yang biasanya ditulis baik dalam satuan metrik maupun dalam sistem Amerika:
- Metrik:
- Sistem Amerika dan imperial: dengan
adalah berat badan subyek dalam pon dan adalah tinggi badan subyek dalam inci.
Definisi yang paling sering dipakai adalah yang dibuat oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 1997 dan dipublikasikan pada 2000, seperti yang tertera pada tabel di sebelah kanan.[3]
Beberapa lembaga membuat modifikasi dari definisi WHO tersebut. Literatur Bedah membagi kegemukan "kelas III" menjadi beberapa kategori, yang angkanya masih menjadi perdebatan.[18]
- IMT ≥ 35 atau 40 disebut kegemukan berat
- IMT ≥ 35 atau 40–44.9 atau 49.9 disebut kegemukan morbid
- IMT ≥ 45 atau 50 disebut kegemukan super/super obese
Karena populasi Asia memperlihatkan dampak negatif kegemukan terhadap kesehatan pada nilai IMT yang lebih rendah dibandingkan populasi Kaukasia, beberapa negara membuat definisi ulang kegemukan; seperti di Jepang yang mendefinisikan kegemukan sebagai nilai IMT lebih dari 25 [19] sedangkan China menggunakan nilai IMT lebih dari 28.[20]
Dampak terhadap kesehatan[sunting | sunting sumber]
Berat badan berlebihan memiliki keterkaitan dengan berbagai macam penyakit, khususnya penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus tipe 2, apnea tidur obstruktif, kanker tertentu, osteoartritis[2] dan asma[2][4][5]. Oleh karena itu, kegemukan terbukti menurunkan harapan hidup.[2]
Mortalitas[sunting | sunting sumber]
Kegemukan adalah salah satu dari penyebab kematian yang dapat dicegah utama di dunia.[10][22][23] Studi berskala luas di Amerika dan Eropa menunjukkan bahwa risiko mortalitas paling rendah terjadi pada IMT 20–25 kg/m2[21][24] pada kelompok non-perokok dan 24–27 kg/m2 pada kelompok perokok, dengan risiko yang kian meningkat seiring perubahan angka IMT ke kedua arah.[25][26] IMT lebih dari 32 berhubungan dengan angka kematian dua kali lipat lebih tinggi pada wanita setelah 16 tahun kemudian.[27] Di Amerika Serikat, kegemukan diperkirakan menambah jumlah kematian sebanyak 111,909 hingga 365,000 per tahun,[2][23] sementara 1 juta kematian (7.7%) di Eropa berhubungan dengan berat badan berlebihan.[28][29] Kegemukan rata-rata akan mengurangi harapan hidup hingga enam hingga tujuh tahun:[2][30] IMT 30–35 mengurangi harapan hidup dua hingga empat tahun,[24] sementara kegemukan berat (IMT > 40) mengurangi harapan hidup hingga 10 tahun.[24]
Morbiditas[sunting | sunting sumber]
Kegemukan meningkatkan berbagai risiko gangguan fisik dan mental. Komorbiditas ini paling sering terlihat pada sindrom metabolik,[2] yang merupakan kombinasi gangguan medis berupa: diabetes melitus tipe 2, tekanan darah tinggi, kolesterol darah tinggi, dan kadar trigliserida tinggi.[31]
Komplikasi dapat secara langsung disebabkan oleh kegemukan, atau secara tidak langsung berhubungan dengan mekanisme yang juga menyebabkan kegemukan, seperti asupan diet yang tidak sehat atau akibat gaya hidup kurang bergerak. Terdapat variasi kekuatan hubungan antara kegemukan dengan penyakit tertentu. Salah satu hubungan yang paling kuat adalah dengan diabetes tipe 2. Kelebihan lemak tubuh merupakan penyebab 64% kasus diabetes pada pria dan 77% pada wanita.[32]
Konsekuensi kesehatan yang terjadi dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu: konsekuensi akibat meningkatnya massa lemak (misalnya osteoartritis, apnea tidur obstruktif, stigma sosial) dan konsekuensi yang akibat meningkatnya jumlah sel lemak (diabetes, kanker, penyakit kardiovaskular, penyakit perlemakan hati non-alkoholik).[2][33] Peningkatan lemak tubuh mengubah respon tubuh terhadap insulin sehingga berpotensi menyebabkan penolakan insulin. Peningkatan lemak juga mengakibatkan kondisi proinflamasi,[34][35] dan kondisi protrombosis.[33][36]
Bidang Medis | Kondisi | Bidang Medis | Kondisi |
---|---|---|---|
Kardiologi | Dermatologi | ||
Endokrinologi dan Obat-obatan reproduksi | Gastrointestinal | ||
Neurologi | Onkologi[49] | ||
Psikiatri | Respirologi |
| |
Rheumatologi dan Ortopedi |
| Urologi dan Nefrologi |
Paradoks Kesintasan[sunting | sunting sumber]
Meskipun dampak negatif kegemukan terhadap kesehatan pada populasi umum ditunjang oleh bukti yang kuat, namun kesehatan subgrup tertentu tampaknya lebih baik bila angka IMT-nya lebih besar. Fenomena ini dikenal sebagai paradoks kesintasan kegemukan.[58] Paradoks tersebut pertama kali dikemukakan tahun 1999 pada kelompok pasien gizi lebih dan kegemukan yang menjalani hemodialisis,[58] yang kemudian ditemukan juga pada pasien dengan gagal jantung dan penyakit arteri perifer (PAT).[59]
Pasien gagal jantung dengan IMT antara 30,0 dan 34,9 menunjukkan angka kematian yang lebih rendah dibandingkan pasien dengan berat badan normal. Hal ini dikaitkan dengan kenyataan bahwa berat badan seseorang akan semakin turun seiring dengan bertambah beratnya penyakit.[60] Hal serupa juga telah ditemukan pada jenis penyakit jantung yang lain. Pasien dengan kegemukan kelas I yang mempunyai penyakit jantung tidak lebih cepat berkembang menjadi gangguan jantung lanjut dibandingkan pasien dengan berat badan normal yang mempunyai penyakit jantung. Meskipun demikian, pada pasien dengan tingkat kegemukan yang lebih berat, risiko gangguan jantung lanjut akan meningkat.[61][62] Meskipun telah dilakukan operasi jantung bypass, peningkatan angka kematian pada kelompok dengan berat badan lebih dan kegemukan tetap tidak ditemukan .[63] Sebuah studi menunjukkan bahwa kesintasan yang lebih baik tersebut mungkin disebabkan oleh pengobatan pasien kegemukan yang lebih agresif setelah terjadinya serangan jantung.[64] Studi lain menunjukkan bahwa bila penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) juga ditemukan pada pasien dengan penyakit arteri perifer maka kegemukan tidak lagi menjadi kondisi yang menguntungkan.[59]
Penyebab[sunting | sunting sumber]
Pada individu per individu, kombinasi antara kelebihan asupan energi makanan dan kurangnya aktivitas fisik dapat menjelaskan sebagian besar kasus kegemukan.[65] Sejumlah kecil kasus umumnya disebabkan oleh faktor genetik, alasan medis, atau penyakit kejiwaan.[66] Sebaliknya pada masyarakat, laju kegemukan yang meningkat mungkin disebabkan karena mudahnya mendapatkan makanan dan banyaknya makanan yang enak,[67] meningkatnya ketergantungan pada mobil, dan meningkatnya penggunaan mesin untuk proses produksi.[68][69]
Suatu tinjauan pada 2006 mengidentifikasi sepuluh kemungkinan lain penyebab meningkatnya kegemukan akhir-akhir ini: (1) kurang tidur, (2) berbagai pengganggu endokrin (polutan lingkungan yang memengaruhi metabolisme lipid), (3) menurunnya variabilitas suhu lingkungan, (4) menurunnya jumlah perokok, karena merokok menekan nafsu makan, (5) meningkatnya penggunaan obat-obatan yang menyebabkan kenaikan berat badan (misalnya, antipsikotik atipikal), (6) meningkatnya etnik dan kelompok umur yang secara proporsional cenderung lebih berat, (7) kehamilan pada usia lebih tua (yang dapat menyebabkan kerentanan anak mengalami kegemukan), (8) epigenetik faktor risiko yang diturunkan antar generasi, (9) seleksi alam untuk BMI yang lebih tinggi, dan (10) pasangan asortatif yang menyebabkan meningkatnya konsentrasi faktor risiko kegemukan (hal ini akan meningkatkan jumlah orang yang gemuk dengan meningkatnya varians berat badan populasi).[70] Meskipun terdapat cukup bukti yang mendukung pengaruh mekanisme ini terhadap meningkatnya prevalensi kegemukan, bukti yang ada masih belum konklusif, dan penulis menyatakan bahwa mekanisme ini mungkin tidak terlalu besar perannya dibandingkan mekanisme yang didiskusikan pada paragraf sebelum ini.
Pola makan[sunting | sunting sumber]
Persediaan energi makanan per kapita sangat bervariasi antara wilayah dan negara yang berbeda. Hal ini pun berubah secara signifikan sejalan dengan waktu.[71] Dari awal 1970an sampai akhir 1990an rerata kalori yang tersedia per orang per hari (jumlah makanan yang dibeli) mengalami kenaikan di berbagai tempat di dunia kecuali di Eropa Timur. Amerika Serikat mencapai ketersediaan tertinggi yaitu 3,654 kalori per orang pada 1996.[71] Hal ini terus bertambah pada 2003 menjadi 3,754.[71] Pada akhir 1990an Eropa mencapai 3,394 kalori per orang, di wilayah berkembang di Asia mencapai 2,648 kalori per orang, dan di Afrika sub-Sahara, penduduk mendapat 2,176 kalori per orang.[71][72] Total konsumsi kalori telah terbukti berhubungan dengan kegemukan.[73]
Ketersediaan pedoman nutrisi[74] secara luas tidak terlalu berperan dalam mengatasi masalah makan berlebih dan pilihan makanan yang buruk.[75] Sejak 1971 hingga 2000, laju kegemukan di Amerika Serikat meningkat dari 14.5% ke 30.9%.[76] Dalam kurun waktu yang sama, peningkatan juga terjadi pada rerata jumlah energi makanan yang dikonsumsi. Untuk wanita, rerata kenaikan adalah sebesar 335 kalori per hari (1,542 kalori pada 1971 dan 1,877 kalori pada 2004), sementara untuk laki-laki rerata kenaikan adalah 168 kalori per hari (2,450 kalori pada 1971 dan 2,618 kalori pada 2004). Sebagian besar kelebihan energi makanan ini berasal dari meningkatnya konsumsi karbohidrat dan bukan dari konsumsi lemak.[77] Sumber utama karbohidrat berlebih ini berasal dari minuman manis, yang saat ini mencapai hampir 25 persen energi makanan harian dewasa muda di Amerika,[78] dan keripik kentang.[79] Konsumsi minuman manis dipercaya sebagai penyumbang naiknya angka kegemukan.[80][81]
Seiring dengan meningkatnya ketergantungan masyarakat pada makanan yang padat -energi, berporsi besar, dan cepat saji, hubungan antara konsumsi makanan cepat saji dan kegemukan menjadi semakin mendapatkan perhatian.[82] Di Amerika Serikat konsumsi makanan cepat saji naik tiga kali lipat dan asupan energi makanan dari makanan ini meningkat empat kali lipat antara 1977 dan 1995.[83]
Kebijakan pertanian dan teknik di Amerika Serikat dan Eropa telah menyebabkan turunnya harga makanan. Di Amerika Serikat, subsidi untuk jagung, kedelai, gandum, dan beras melalui Undang-undang pertanian AS telah membuat sumber utama makanan yang telah diproses menjadi murah dibandingkan dengan buah dan sayuran.[84]
Orang yang mengalami kegemukan secara konsisten kurang melaporkan makanan yang dikonsumsinya dibandingkan orang dengan berat badan normal.[85] Hal ini didukung baik oleh uji yang dilakukan di ruang kalorimeter [86] maupun melalui pengamatan langsung.
Gaya hidup kurang bergerak[sunting | sunting sumber]
Gaya hidup kurang bergerak mempunyai peran yang penting dalam terjadinya kegemukan.[87] Di seluruh dunia terjadi kecenderungan pergeseran pekerjaan yang menuntut aktivitas fisik yang lebih sedikit,[88][89][90] dan saat ini setidaknya 60% populasi dunia tidak melakukan olahraga yang cukup.[89] Hal ini terutama disebabkan oleh bertambahnya penggunaan transportasi mekanik dan bertambahnya teknologi hemat tenaga fisik yang ada di rumah.[88][89][90] Pada anak-anak, penurunan aktivitas fisik tampaknya terjadi karena kurang berjalan kaki dan kurangnya pelajaran olahraga.[91] Kecenderungan dunia dalam mengisi waktu luang secara aktif aktivitas fisik tampak kurang nyata. Organisasi Kesehatan Dunia menyatakan bahwa orang di seluruh dunia kurang mencari kegiatan rekreasi yang melibatkan aktivitas fisik, sementara studi di Finlandia[92] memperlihatkan adanya peningkatan dan studi di Amerika Serikat menunjukkan tidak adanya perubahan signifikan dari kegiatan rekreasi yang melibatkan aktivitas fisik.[93]
Baik pada anak maupun dewasa, terdapat hubungan antara lamanya waktu menonton televisi dengan risiko kegemukan.[94][95][96] Suatu kajian menemukan bahwa 63 dari 73 penelitian (86%) menunjukkan adanya peningkatan angka kegemukan anak seiring dengan meningkatnya paparan media, dengan angka yang meningkat secara proporsional terhadap waktu yang dihabiskan untuk menonton televisi.[97]
Genetika[sunting | sunting sumber]
Seperti sejumlah kondisi medis lainnya, kegemukan merupakan hasil perpaduan antara faktor genetik dan faktor lingkungan.Polimorfisme pada berbagai gen yang mengontrol nafsu makan dan metabolisme merupakan predisposisi terjadinya kegemukan apabila terdapat energi makanan yang cukup. Pada 2006 lebih dari 41 situs ini telah ditautkan dengan terjadinya kegemukan apabila terdapat lingkungan yang sesuai.[99] Seseorang yang memiliki dua rangkap gen FTO (gen yang berhubungan dengan massa lemak dan kegemukan) telah ditemukan rata-rata mempunyai berat lebih banyak 3–4 kg dan berisiko mengalami kegemukan 1,67- kali lebih besar dibandingkan seseorang yang tanpa risiko alel.[100] Persentasi populasi kegemukan yang disebabkan oleh faktor genetik cukup bervariasi, bergantung pada populasi yang diperiksa, dan berkisar antara 6% hingga 85%.[101]
Kegemukan merupakan gambaran utama pada beberapa sindrom, misalnya Sindrom Prader-Willi, Sindrom Bardet-Biedl, Sindrom Cohen, dan Sindrom MOMO. (Istilah "kegemukan tanpa sindrom" kadang-kadang dipakai sebagai pengecualian terhadap kondisi tersebut.)[102] Pada orang dengan kegemukan berat dini (didefinisikan dengan onset sebelum usia 10 tahun dan indeks masa tubuh lebih dari tiga standar deviasi di atas normal), sejumlah 7% mempunyai mutasi DNA satu titik.[103]
Studi yang berfokus pada pola keturunan dibandingkan gen spesifik telah menemukan bahwa 80% keturunan dari dua orang tua yang kegemukan juga mengalami kegemukan orang tua yang kegemukan, sangat kontras dengan hanya kurang dari 10% keturunan dari dua orang tua dengan berat badan normal.[104]
Hipotesis gen thrifty mengemukakan dalil bahwa karena kelangkaan bahan makanan selama masa evolusi manusia, orang menjadi rentan terhadap kegemukan. Kemampuan mereka untuk mengambil kesempatan pada masa kelimpahan yang yang jarang terjadi, dengan menyimpan energi berupa lemak akan menjadi keuntungan selama masa ketersediaan makanan yang tidak menentu, dan individu dengan timbunan lemak lebih banyak akan lebih mampu bertahan hidupkelaparan. Kecenderungan untuk menyimpan lemak, bagaimanapun, akan menjadi suatu penyesuaian yang salah pada masyarakat dengan pasokan makanan yang stabil.[105] Teori ini telah mendapat berbagai kritik dan teori berbasis evolusi lainnya seperti hipotesis gen drifty dan teori hipotesis fenotip thrifty juga telah diajukan.[106][107]
Penyakit lain[sunting | sunting sumber]
Penyakit fisik dan mental tertentu dan obat-obatan yang digunakan untuk menanganinya dapat meningkatkan risiko kegemukan. Penyakit medis yang dapat meningkatkan risiko kegemukan mencakup beberapa sindrom genetik yang langka (diuraikan di atas) dan juga beberapa kelainan atau kondisi bawaan: hipotiroidisme, Sindrom Cushing, defisiensi hormon pertumbuhan,[108] dan gangguan makan: gangguan makan berupa ngemil berlebihan dan sindrom makan malam hari.[2] Meskipun demikian, kegemukan tidak dianggap sebagai kelainan psikiatri, sehingga tidak terdaftar dalam DSM-IVR sebagai penyakit psikiatri.[109] Risiko kelebihan berat badan dan kegemukan lebih tinggi pada pasien dengan kelainan psikiatrik dibandingkan dengan seseorang tanpa kelainan psikiatrik.[110]
Pengobatan tertentu dapat menyebabkan naiknya berat badan atau perubahan pada komposisi tubuh; yang mencakup insulin, sulfonilurea, thiazolidinedione, antipsikotik atipikal, antidepresan,steroid, antikonvulsan tertentu, (fenitoin dan valproat), pizotifen, dan beberapa bentuk kontrasepsi hormonal.[2]
Determinan sosial[sunting | sunting sumber]
Walaupun pengaruh genetik penting untuk pemahaman tentang kegemukan, namun tidak dapat menjelaskan mengapa terjadi lonjakan dramatis di negera-negara tertentu maupun secara global.[111] Meskipun dapat diterima bahwa konsumsi energi yang melebihi kebutuhan energi menyebabkan terjadinya kegemukan pada tingkat individu, penyebab pergeseran kedua faktor ini pada tingkat masyarakat masih diperdebatkan. Terdapat sejumlah teori tentang penyebabnya tetapi sebagian besar percaya bahwa hal ini disebabkan oleh kombinasi berbagai faktor.
Korelasi antara kelas sosial dan BMI sangat bervariasi. Suatu tinjauan pada 1989 menemukan bahwa di negara maju, perempuan dari kelas sosial tinggi jarang menjadi gemuk. Tidak terlihat perbedaan yang bermakna pada laki-laki dengan kelas sosial yang berbeda. Di negara berkembang, perempuan, laki-laki, dan anak-anak dari kelas sosial tinggi mempunyai tingkat kegemukan yang lebih besar.[112] Tinjauan yang lebih baru dilakukan pada 2007 dan menemukan hubungan yang sama, tetapi lebih lemah. Melemahnya hubungan korelasi ini mungkin disebabkan karena efek globalisasi.[113] Di negara maju, tingkat kegemukan pada orang dewasa, persentasi remaja yang kelebihan berat badan, berkorelasi dengan ketidakseimbangan pendapatan. Hubungan yang serupa terlihat di antara negara bagian di AS: lebih banyak orang dewasa, bahkan dari kelas sosial tinggi, menderita kegemukan pada negara bagian yang tidak seimbang.[114]
Banyak penjelasan yang dikemukakan tentang hubungan antara BMI dan kelas sosial. Diperkirakan di negara maju, yang kaya lebih mampu untuk membeli makanan bergizi, mereka berada di bawah tekanan sosial untuk tetap langsing, dan mempunyai lebih banyak kesempatan dan juga harapan untuk kebugaran fisis. Di negara belum maju kemampuan untuk membeli makanan, kebutuhan energi tinggi karena pekerjaan fisis, dan nilai budaya yang menyukai badan berukuran besar, dipercaya memberikan kontribusi pada pola yang terlihat.[113] Sikap seseorang terhadap massa tubuhnya juga memainkan peran yang penting dalam terjadinya kegemukan. Suatu korelasi terhadap perubahan IMT sejalan dengan waktu telah ditemukan di antara teman, saudara, dan pasangan.[115] Stres dan pandangan tentang status sosial yang rendah juga meningkatkan risiko kegemukan.[114][116][117]
Merokok memberikan efek nyata pada berat badan seseorang. Mereka yang berhenti merokok mengalami kenaikan berat badan rata-rata 4,4 kilogram (9,7 pon) untuk laki-laki dan 5,0 kilogram (11,0 pon) untuk perempuan selama sepuluh tahun.[118] Meskipun demikian, perubahan tingkat merokok hanya memberikan pengaruh yang kecil terhadap angka kegemukan secara keseluruhan.[119]
Di Amerika Serikat, jumlah anak yang dimiliki seseorang berkaitan dengan risikonya mengalami kegemukan. Risiko seorang perempuan naik 7% per anak, sedangkan risiko seorang laki-laki naik 4% per anak.[120] Hal ini sebagian dapat diterangkan berdasarkan kenyataan bahwa mempunyai anak-anak yang belum mandiri mengurangi aktivitas fisik para orang tua di Barat.[121]
Di negara berkembang, urbanisasi memegang peran dalam menaikkan angka kegemukan. Di Cina angka kegemukan keseluruhan adalah kurang dari 5%; namun, di beberapa kota besar angka kegemukan lebih besar dari 20%.[122]
Malagizi pada tahap awal kehidupan dipercaya berperan dalam meningkatkan angka kegemukan di negara berkembang.[123] Perubahan endokrin yang terjadi selama periode malagizi dapat merangsang penyimpanan lemak pada saat energi makanan telah tersedia.[123]
Konsisten dengan data epidemiologis kognitif, sejumlah penelitian menegaskan bahwa kegemukan berhubungan dengan defisit kognitif.[124] Apakah kegemukan menyebabkan defisit kognitif atau sebaliknya, saat ini masih belum jelas.
Agen infeksi[sunting | sunting sumber]
Pengaruh agen infeksi terhadap metabolisme masih dalam penelitian tahap awal. Flora usus telah terbukti berbeda pada manusia yang kurus dan gemuk. Terdapat indikasi bahwa flora usus pada individu gemuk dan kurus mempengaruhi potensi metaboliks. Perubahan potensi metabolik ini secara nyata dipercaya mengubah kapasitas menjadi lebih besar untuk menghasilkan energi yang menyebabkan kegemukan. Apakah perbedaan ini merupakan penyebab langsung atau sebagai akibat dari kegemukan masih perlu diteliti lebih lanjut.[125]
Suatu hubungan antara virus dan kegemukan telah ditemukan pada manusia dan beberapa spesies hewan. Hubungan ini dan pengaruhnya terhadap kenaikan angka kegemukan masih perlu diteliti lebih lanjut.[126]
Patofisiologi[sunting | sunting sumber]
Flier merangkum beberapa kemungkinan mekanisme patofisiologis yang terlibat dalam terjadinya dan bertahannya kegemukan.[127] Penelitian di bidang ini hampir tidak pernah dilakukan sampai ditemukannya leptin pada 1994. Sejak penemuan ini, banyak mekanisme hormonal lain telah dijelaskan, yang berperan dalam regulasi nafsu makan serta asupan makanan, pola penyimpanan jaringan adiposa, dan terjadinya resistensi insulin. Sejak ditemukannya leptin, telah dilakukan penelitian tentang grelin, insulin, oreksin, PYY 3-36, kolesistokinin,adiponektin, dan juga mediator lainmya. Adipokin adalah mediator yang dihasilkan oleh jaringan adiposa; diduga, mereka terlibat dalam berbagai penyakit yang terkait dengan kegemukan.
Leptin dan grelin dianggap saling melengkapi dalam memengaruhi nafsu makan, dengan grelin dihasilkan oleh lambung untuk mengontrol nafsu makan jangka pendek (yaitu makan ketika lambung kosong dan berhenti ketika lambung penuh) Leptin dihasilkan oleh jaringan adiposa untuk memberi sinyal penyimpanan lemak dalam tubuh, dan menjadi perantara kontrol nafsu makan jangka panjang (yaitu, makan lebih banyak ketika cadangan lemak sedikit dan makan lebih sedikit ketika cadangan lemak banyak). Meskipun pemberian leptin mungkin efektif untuk sebagian kecil orang gemuk yang kekurangan leptin, sebagian besar orang gemuk dipikirkan resisten terhadap leptin dan bahkan terbukti mempunyai kadar leptin yang tinggi.[128] Resistensi ini dapat sebagian menjelaskan mengapa pemberian leptin tidak terbukti efektif dalam menekan nafsu makan orang gemuk pada umumnya.[127]
Walaupun leptin dan grelin diproduksi di perifer, mereka mengendalikan nafsu makan dengan bekerja pada sistem saraf pusat. Leptin dan grelin, beserta dengan hormon lain yang berhubungan dengan nafsu makan khususnya bekerja di hipotalamus, daerah di otak yang merupakan pusat pengaturan asupan makanan dan pengeluaran energi. Terdapat beberapa sirkuit di dalam hipotalamus yang berperan dalam mengatur nafsu makan, jalur melanokortin merupakan yang paling dipahami.[127] Sirkuit ini dimulai dengan pada suatu area di hipotalamus, nukleus arkuata, yang keluar di hipotalamus lateral (LH) dan hipotalamus ventromedial (VMH), yang masing-masing merupakan pusat lapar dan pusat kenyang di otak.[129]
Nukleus arkuata mempunyai dua kelompok neuron yang berbeda.[127] Kelompok pertama mengekspresikan neuropeptida Y (NPY) dan agouti-related peptide (AgRP) yang memberikan input stimulasi ke LH dan input inhibisi ke VMH. Kelompok kedua mengekspresikan pro-opiomelanokortin (POMC) dan cocaine- and amphetamine-regulated transcript (CART) dan memberikan input stimulasi ke VMH dan input inhibisi ke LH. Akibatnya, neuron NPY/AgRP merangsang makan dan menghambat rasa kenyang, sementara neuron POMC/CART menimbulkan rasa kenyang dan menghambat makan. Kedua kelompok neuron nukleus arkuata ini sebagian diregulasi oleh leptin. Leptin menghambat kelompok NPY/AgRP dan merangsang kelompok POMC/CART. Oleh karena itu, apabila terdapat kekurangan sinyal leptin, baik karena kekurangan leptin atau resistensi leptin, akan terjadi makan yang berlebihan, yang berkontribusi atas beberapa bentuk kegemukan genetik dan didapat.[127]
Kesehatan masyarakat[sunting | sunting sumber]
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa kelebihan berat badan dan kegemukan dalam waktu dekat akan menggantikan masalah kesehatan masyarakat seperti kekurangan gizi dan penyakit menular sebagai penyebab utama kesehatan yang buruk.[130] Kegemukan menjadi masalah kesehatan masyarakat dan masalah kebijakan karena prevalensi, biaya, dan pengaruhnya terhadap kesehatan.[131] Kesehatan masyarakat berupaya memahami dan memperbaiki faktor lingkungan yang berperan dalam meningkatkan prevalensi kegemukan di masyarakat. Upaya yang dilakukan mencakup penyediaan makanan di sekolah yang dibiayai oleh pemerintah, membatasi pemasaran junk food secara langsung kepada anak-anak,[132] dan mengurangi akses untuk mendapatkan minuman manis di sekolah.[133] Untuk lingkungan perkotaan, berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan akses ke taman-taman dan mengembangkan jalur untuk pejalan kaki.[134]
Banyak negara dan kelompok telah memublikasikan laporan mengenai kegemukan. Pada 1998 pemerintahan Federal AS memublikasikan panduan pertama berjudul "Panduan Klinis mengenai Identifikasi, Evaluasi, dan Tata Laksana Kelebihan Berat Badan dan Kegemukan pada Dewasa: Suatu Laporan Bukti".[135] Pada 2006 Jaringan Obesitas Kanada memublikasikan "Panduan Praktik Klinis Kanada (CPG) dalam Tata Laksana dan Pencegahan Kegemukan pada Dewasa dan Anak-Anak". Ini adalah panduan berbasis bukti yang komprehensif untuk tata laksana dan pencegahan kelebihan berat badan dan kegemukan pada orang dewasa dan anak-anak.[136]
Pada 2004, Royal College of Physicians, Fakultas Kesehatan Masyarakat dan Royal College of Paediatrics and Child Health di Inggris menerbitkan laporan "Masalah Penimbunan", yang menyoroti meningkatnya masalah kegemukan di Inggris.[137] Pada tahun yang sama, Dewan Rakyat Komite Pemilih Kesehatan menerbitkan "penyelidikan paling komprehensif [...] yang pernah dilakukan" mengenai dampak kegemukan pada kesehatan dan masyarakat di Inggris dan tata laksana yang mungkin untuk masalah tersebut.[138] Pada 2006, National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE) menerbitkan panduan mengenai diagnosis dan tata laksana, serta implikasi kebijakan untuk organisasi non-kesehatan seperti dewan lokal.[139] Laporan yang dibuat oleh Sir Derek Wanless pada 2007 untuk King's Fund memperingatkan bahwa apabila tidak dilakukan tindakan lebih lanjut, kegemukan mempunyai kemampuan untuk membuat Layanan Kesehatan Nasional mengalami masalah finansial.[140]
Pendekatan komprehensif telah dipikirkan untuk mengatasi meningkatnya angka kegemukan. Aksi Kebijakan Kegemukan (OPA) telah membagi kerangka kerja menjadi kebijakan 'hulu', kebijakan 'tengah', dan kebijakan 'hilir'. Kebijakan 'hulu' menangani tren perubahan dalam masyarakat, kebijakan 'tengah' mencoba mengubah perilaku individu untuk mencegah kegemukan, dan kebijakan 'hilir' mencoba untuk menangani orang-orang yang sudah terkena.[141]
Tata Laksana[sunting | sunting sumber]
Tata laksana utama kegemukan terdiri dari diet dan latihan fisis.[65] Program diet dapat menghasilkan penurunan berat badan dalam jangka pendek,[142] tetapi mempertahankan penurunan berat badan ini seringkali merupakan hal yang sulit dan memerlukan latihan dan diet makanan berenergi rendah sebagai bagian dari gaya hidup yang bersifat permanen.[143][144] Keberhasilan untuk mempertahankan penurunan berat badan jangka panjang dengan perubahan gaya hidup masih rendah, yaitu berkisar antara 2–20%.[145] Diet dan perubahan gaya hidup efektif dalam membatasi pertambahan berat bedan berlebih selama kehamilan dan memperbaiki luaran ibu dan anak.[146]
Salah satu obat, orlistat (Xenical), kini tersedia secara luas dan disetujui untuk penggunaan jangka panjang. Namun, penurunan berat badan yang dicapai tidak terlalu banyak, dengan rata-rata 2,9 kg (6,4 pon) dalam 1 hingga 4 tahun dan tidak terdapat informasi mengenai pengaruh obat ini dalam menurunkan komplikasi jangka panjang dari kegemukan.[147] Penggunaannya berhubungan dengan tingginya efek samping gastrointestinal[147] dan mungkin terdapat efek samping terhadap ginjal.[148] Tersedia pula dua obat lainnya. Lorcaserin (Belviq) menghasilkan rerata penurunan berat badan 3,1 kg (3% dari massa tubuh) lebih besar dibandingkan plasebo dalam jangka waktu satu tahun.[149] Kombinasi antara pentermin dan topiramat (Qsymia) juga cukup efektif.[150]
Tata laksana kegemukan yang paling efektif adalah pembedahan bariatrik. Pembedahan untuk kegemukan berat berhubungan dengan penurunan berat badan jangka panjang dan penurunan mortalitas secara keseluruhan. Suatu penelitian menemukan penurunan berat badan antara 14% sampai 25% (bergantung pada jenis prosedur yang dilakukan) dalam 10 tahun, dan penurunan 29% dalam penyebab mortalitas secara keseluruhan jika dibandingkan dengan ukuran standar penurunan berat badan.[151] Meskipun demikian, karena tingginya biaya dan risiko terjadinya komplikasi, para peneliti mencari tata laksana lain yang juga efektif, namun bersifat kurang invasif.
Epidemiologi[sunting | sunting sumber]
Sebelum abad ke-20 , kegemukan jarang ditemui;[153] tetapi pada 1997 WHO secara resmi menyatakan kegemukan sebagai epidemik global.[78] Hingga 2005, WHO memperkirakan sedikitnya 400 juta orang dewasa (9,8%) mengalami kegemukan, dengan lebih banyak wanita dibandingkan pria.[154] Angka kegemukan juga naik dengan bertambahnya usia setidaknya hingga usia 50 sampai 60 tahun[155] dan kegemukan berat di Amerika Serikat, Australia, dan Kanada meningkat lebih cepat dibandingkan angka kegemukan secara keseluruhan.[18][156][157]
Dahulu, kegemukan dianggap sebagai masalah negara-negara berpenghasilan tinggi, namun saat ini angka kegemukan meningkat di seluruh dunia dan mempengaruhi baik dunia maju maupun dunia berkembang.[28] Peningkatan ini dirasakan paling dramatis di daerah perkotaan.[154] Satu-satunya bagian dunia dimana kegemukan jarang ditemukan adalah di Afrika sub-sahara.[2]
Apa itu obesitas?
Kegemukan alias obesitas adalah penumpukkan lemak yang tidak normal atau berlebihan di dalam tubuh. Kondisi ini jika dibiarkan terus menerus dapat memengaruhi kesehatan penderitanya. Ya, kondisi ini tidak hanya berdampak pada penampilan fisik penderitanya, tetapi juga meningkatkan risiko dalam kesehatan seperti penyakit jantung, diabetes, dan tekanan darah tinggi.
Obesitas adalah salah satu masalah kesehatan terbesar di seluruh dunia. Selain dapat menyebabkan masalah kesehatan secara fisik, kondisi ini juga dapat menyebabkan masalah psikologis, seperti stres dan depresi.
Obesitas dan berat badan berlebih (overweight) merupakan dua konsep yang berbeda. Overweight adalah kondisi di mana terdapat kenaikan berat badan berlebih. Namun demikian, kenaikan berat badan tidak hanya disebabkan oleh lemak berlebih, tetapi juga bisa disebabkan massa otot atau cairan dalam tubuh. Kondisi-kondisi tersebut dapat memberikan dampak berbahaya pada kesehatan.
Seberapa umum kondisi ini?
Obesitas adalah salah satu kondisi paling umum yang dapat dialami oleh anak-anak maupun orang dewasa. Seseorang berisiko tinggi mengalami kondisi ini jika tidak menjaga pola makan dan melakukan olahraga yang cukup.
Kegemukan biasanya diderita oleh orang-orang dengan pekerjaan administratif atau kantoran yang cenderung menerapkan gaya hidup sedentari, alias malas gerak. Anda dapat menjaga diri Anda dari kondisi ini dengan mengurangi faktor-faktor risiko yang ada. Jadi, silakan berkonsultasi dengan dokter untuk informasi lebih lanjut.
Tanda-tanda & gejala
Apa saja gejala-gejala obesitas?
Sebanarnya tidak ada tanda gejala pasti dari obesitas. Memang sih, orang yang obesitas cenderung terlihat lebih gemuk dan besar. Namun perlu dipahami bahwa orang yang gemuk belum tentu mengalami obesitas, sementara mereka yang obesitas sudah pasti gemuk.
Untuk menentukan apakah seseorang termasuk dalam obesitas atau tidak, terdapat beberapa cara menentukannya yakni dengan mengukur:
- Body Mass Index (BMI)
- Lingkar pinggang
- Rasio lingkar pinggang dan panggul (RLPP)
- Tebal lipatan kulit menggunakan alat ukur yang bernama skinfold
- Kadar lemak tubuh menggunakan sebuah alat bioelectrical impedance analysis (BIA)
Dari berbagai cara tersebut, mengukur BMI adalah cara yang paling sering digunakan karena cukup mudah untuk dilakukan. Perhitungan BMI ini menggunakan berat badan dan tinggi badan. Rumus dari perhitungan BMI adalah:
BMI = berat badan (kg) / (tinggi (m) x tinggi (m))
Orang-orang dengan BMI lebih besar dari 25 dapat dikategorikan sebagai overweight, pada 30 atau lebih termasuk ke dalam obesitas, dan pada 40 ke atas merupakan tingkat obesitas yang serius.
Kini Anda tak perlu pusing-pusing menghitung BMI dengan metode manual. Hello Sehat telah menyediakan Kalkulator BMI yang bisa digunakan secara mudah dengan hanya mengklik gambar di bawah ini.
Bagi kebanyakan orang, BMI dapat dimanfaatkan untuk mengukur kandungan lemak dalam tubuh. Akan tetapi, BMI tidak secara langsung mengukur lemak tubuh.
Sebagai contoh, untuk beberapa orang, BMI dari para atlet yang melakukan body building (menambah massa otot) tertentu dapat dikategorikan sebagai obesitas karena otot-otot mereka berkembang secara berlebihan untuk terlihat besar dan kuat, walaupun mereka tidak memiliki lemak berlebih.
Jika kita hanya mengandalkan BMI, kita tidak akan mendapatkan ukuran obesitas yang akurat. Jadi, berkonsultasilah pada dokter untuk mengetahui detail tentang tingkat obesitas Anda.
Kondisi ini dapat meningkatkan risiko terkena penyakit berbahaya, seperti hipertensi, diabetes, dan jantung koroner. Situasi ini juga meningkatkan arthritis yang menyebabkan sesak nafas, sleep apnea, dan cepat lelah.
Dari penjelasan di atas, mungkin terdapat gejala-gejala obesitas yang tidak disebutkan. Jika Anda memiliki pertanyaan tentang efek sampingnya, silakan berkonsultasi pada dokter.
Kapan saya harus pergi ke dokter?
Jika Anda berpikir Anda mungkin mengidap kondisi ini, khususnya jika Anda peduli dengan masalah berat badan, temuilah dokter secepatnya. Anda dan dokter dapat mengukur risiko kesehatan Anda dan mendiskusikan cara mengurangi berat badan. Temuilah dokter secara rutin agar diberikan metode diagnosis dan penanganan terbaik yang sesuai dengan kebutuhan Anda.
Penyebab
Apa penyebab obesitas (kegemukan)?
Obesitas disebabkan oleh kadar kalori yang berlebihan dalam tubuh. Penumpukkan kadar kalori yang berlebih ini dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor (multifaktorial). Interaksi antara berbagai macam faktor inilah yang menyebabkan seseorang dapat mengalami obesitas.
Faktor-faktor risiko
Apa yang meningkatkan risiko saya untuk obesitas (kegemukan)?
Berikut beberapa faktor yang bisa jadi penyebab kenaikan berat badan dan obesitas:
1. Genetik
Genetik alias keturunan adalah salah satu komponen terbesar yang bisa memicu obesitas. Anak dari orangtua yang obesitas jauh lebih berisiko mengalami obesitas dibanding anak yang orangtuanya memiliki berat badan ideal.
Dalam penelitian yang dipublikasikan di Journal of Clinical Investigastion diketahui bahwa orang yang membawa gen FTO biasanya cenderung banyak makan makanan berlemak dan tinggi gula. Selain itu orang dengan gen tersebut juga biasanya membutuhkan waktu lebih lama untuk merasa kenyang. Nah, hal tersebutlah yang menyebabkan orang dengan gen FTO lebih mungkin untuk mengalami obesitas.
Meski begitu bukan berarti obesitas sepenuhnya ditentukan oleh genentik. Pasalnya, apa yang Anda konsumsi juga memiliki efek besar pada gen yang dapat memicu obesitas. Ya, jika Anda memiliki gen obesitas dan Anda memiliki kebiasaan hidup yang tidak sehat, maka hal tersebut justru akan meningkatkan risiko Anda berkali-kali lipat untuk mengalami obesitas.
Sebaliknya, jika Anda memiliki gen obesitas, tapi Anda secara teratur menerapkan pola hidup sehat dengan memerhatikan asupan makanan serta rajin olahraga, maka risiko Anda terkena obesitas pun akan menurun.
2. Junk food
Junk food adalah jenis makanan yang tinggi kandungan gula, lemak, garam, dan minyak. Kombinasi inilah, ditambah dengan wangi makanan dan berbagai paduan rasa lainnya, yang membuat makanan junk food terasa nikmat sehingga bikin ketagihan. Tanpa sadar, orang yang sering makan junk food menumpuk banyak kalori dan lemak di tubuhnya.
Nah, hal inilah yang menyebabkan Anda mengalami kenaikan berat badan yang pada akhirnya memicu obesitas. Jika sudah obesitas, maka Anda berisiko terkena penyakit kronis lainnya.
3. Obat-obatan tertentu
Banyak obat-obatan dengan/tanpa resep dokter dapat menyebabkan penambahan berat badan sebagai efek samping. Misalnya antidepresan yang sudah lama dikaitkan dengan kenaikan berat badan secara perlahan-lahan.
Beberapa obat-obatan lain yang bisa memicu kenaikan berat badan adalah obat diabetes dan antipsikotik yang sering digunakan untuk meredakan masalah mental. Obat-obatan ini mengubah fungsi tubuh dan otak Anda, menyebabkan meningkatkan nafsu makan dan berkurangnya tingkat metabolisme Anda. Hal tersebutlah yang memicu kenaikan berat badan.
4. Stres
Siapa sangka, stres nyatanya juga bisa jadi penyebab obesitas. Ya, stres sangat mungkin menyebabkan obesitas. Pasalnya pada saat Anda mengalami stres, Anda akan lebih mudah untuk lebih banyak makan, terutama makanan manis, guna sekadar meredakan stres dan memperbaiki suasana hati.
Padahal tanpa disadari, konsumsi makanan di saat-saat seperti itu justru akan membuat Anda mengonsumsi makanan ebih banyak, yang pada akhirnya akan menumpuk kalori, gula, serta lemak di dalam tubuh. Nah, hal inilah yang menyebabkan Anda mengalami kenaikan berat badan.
5. Malas gerak
Dengan adanya televisi, komputer, video game, mesin cuci, ponsel pintar, dan perangkat kenyamanan modern lainnya, hidup kebanyakan orang memang jadi lebih santai. Sayangnya, hal tersebut justru membuat banyak orang minim melakukan aktivitas fisik.
Padahal kurangnya aktivitas fisik dapat menyebabkan perlambatan metabolisme dalam tubuh. Ya, semakin sedikit Anda bergerak, maka semakin pula kalori yang Anda bakar.
Akibatnya, kalori akan lebih banyak menumpuk di dalam tubuh. Bahkan tak hanya soal kalori saja. Aktivitas fisik yang minum juga memengaruhi kinerja hormon insulin dalam tubuh. Jika kadar insulin dalam tubuh tidak stabil, maka erat kaitannya dengan penambahan berat badan.
6. Tidak cukup tidur
Penelitian telah menemukan bahwa jika Anda tidak cukup tidur, Anda berisiko dua kali lipat untuk mengalami obesitas. Risiko ini berlaku untuk orang dewasa dan anak-anak. Hal ini berdasarkan penelitian dilakukan di Warwick Medical School di University of Warwick.
Para ahli dalam penelitian tersebut meninjau bukti di lebih dari 28.000 anak dan 15.000 orang dewasa. Hasil penelitian jelas menunjukkan bahwa kurang tidur secara signifikan meningkatkan risiko obesitas pada kedua kelompok.
Kurang tidur dapat menyebabkan obesitas melalui peningkatan nafsu makan akibat dari perubahan hormonal. Jika Anda tidak cukup tidur, Anda menghasilkan Ghrelin, hormon yang merangsang nafsu makan. Kurang tidur juga mengakibatkan tubuh Anda memproduksi lebih sedikit Leptin, hormon yang menekan nafsu makan.
Jika Anda tidak mengidap faktor-faktor risiko tersebut bukan berarti Anda tidak dapat terjangkit obesitas. Tanda-tanda tersebut hanya referensi saja, jadi akan lebih baik jika Anda berkonsultasi pada dokter untuk informasi lebih lanjut.
Obat & Pengobatan
Informasi yang tersedia tidak dapat menggantikan saran medis. SELALU berkonsultasilah dengan dokter
Apa saja penanganan yang dapat dilakukan untuk mengobati obesitas?
Menjaga pola makan yang seimbang, olah raga, dan melakukan operasi dapat dilakukan untuk mengurangi berat badan. Ya, haya hidup aktif, olah raga, dan pola makan sehat seimbang adalah jalan terbaik untuk mengurangi berat badan dan menjaga kesehatan.
Anda dapat berkonsultasi pada ahli gizi untuk mengukur kadar kalori yang bisa Anda konsumsi setiap hari. Dalam sesi konsultasi, biasanya dokter atau ahli gizi kesehatan dapat memberitahu informasi tentang:
- Bagaimana memilih makanan sehat
- Memilih kudapan yang sehat
- Cara membaca kandungan nutrisi sebelum mengonsumsinya
- Cara sehat memproses makanan
- Mengatur pola makan
Ingatlah bahwa mengurangi berat badan secara teratur dapat membantu Anda mendapatkan berat badan ideal. Jangan lupa, imbangi juga dengan olahraga teratur setidaknya 30 menit setiap hari. Anda juga harus tahu tentang pembatasan memakan junk food saat stress melalui beberapa teknik untuk mengurangi stress, seperti yoga, olahraga, atau pengobatan. Hubungi dokter jika Anda mengalami stress yang berlebih.
Beberapa cara pengobatan dapat mengurangi berat badan namun juga memiliki efek samping. Gunakan cara tersebut jika cara-cara sebelumnya tidak efektif, dan lakukan pengobatan di bawah pengawasan dokter dan ahli kesehatan. Hal ini bertujuan agar upaya mencapai berat badan ideal akan berjalan lebih optimal dan tidak mengganggu kesehatan Anda secara keseluruhan.
Jika Anda mengalami obesitas (berat badan 100 persen di atas berat badan ideal atau BMI di atas 40) dan gagal setelah melakukan beberapa metode mengurangi lemak, mungkin Anda dapat mempertimbangkan untuk melakukan operasi, seperti operasi kecil pada wilayah perut dan lambung. Sebaiknya konsultasi ke dokter untuk informasi lebih lanjut.
Apa saja tes yang biasa dilakukan untuk mendeteksi obesitas?
Untuk mendiagnosis obesitas, dokter akan memeriksa kondisi fisik Anda dengan bertanya tentang riwayat penyakit, pola makan, dan kebiasaan berolahraga.
Lalu, dokter akan menyarankan dua metode untuk mengukur tingkat risiko kesehatan yang berkaitan dengan berat badan Anda:
- Indeks berat badan/Body Mass Index (BMI)
- Mengukur lingkar pinggang
- Lingkar pinggang
- Rasio lingkar pinggang dan panggul (RLPP)
- Tebal lipatan kulit menggunakan alat ukur yang bernama skinfold
- Kadar lemak tubuh menggunakan sebuah alat bioelectrical impedance analysis (BIA)
Pengobatan di rumah
Bagaimana perubahan gaya hidup atau pengobatan di rumah yang dapat membantu mengatur tingkat obesitas?
Kegiatan dan pengobatan rumah berikut ini dapat menolong Anda menanggulangi obesitas:
- Beri tahu dokter tentang kondisi kesehatan Anda secara keseluruhan.
- Beri tahu dokter obat-obatan apa saja yang Anda gunakan, termasuk vitamin, herbal, dan suplemen. Hubungi dokter jika mengalami efek samping dari obat-obatan tersebut.
- Bergabung dengan komunitas yang berhubungan dengan upaya menurunkan berat badan.
- Sempatkan untuk melakukan aktivitas fisik, termasuk olahraga setiap hari.
- Memahami kondisi terkini dari berat badan, indeks berat badan, dan lemak pada tubuh Anda
- Hubungi dokter jika mengalami diare atau gula darah rendah setelah operasi.
- Pahami kondisi badan Anda agar dapat merencanakan kegiatan yang sesuai dengan kondisi tubuh Anda.
- Buatlah target yang realistis, jangan mengurangi berat badan secara drastis dalam waktu singkat karena akan mudah kembali lagi.
- Catat aktivitas yang dilakukan dan makanan yang dikonsumsi setiap hari. Dengan begitu Anda tahu kebiasaan Anda sehari-hari.
SUMBER:
Komentar
Posting Komentar